Senin, 22 Oktober 2012

Profil Krispy Kreme dan Kegiatan Amalnya

Profil

Krispy Kreme adalah sebuah jaringan tokoh donat asal Amerika Serikat. Perusahaan pengelola utamanya adalah Krispy Kreme Doughnuts, Inc. (NYSE: KKD) yang berlokasi di California. Didirikan pada tahun 1937, Krispy Kreme menjual berbagai jenis donat, namun yang paling terkenal adalah donat berlapis gulanya yang biasanya disajikan hangat. Salah satu ciri khas toko-toko Krispy Kreme adalah kaca besar antara dapur dan areal pelanggan sehingga para pelanggan dapat melihat cara pembuatan dan penyajian donat.
Di Indonesia, hak waralabanya dipegang oleh Mitra Adi Perkasa dan pertama kali dibuka pada tahun 2006.

Kegiatan Amal

Krispy Kreme membuat 2,7 miliar donat dalam setahun. Pada tahun 2003, perusahaan ini mendapat julukan "merek terhangat di Amerika". Di tahun 2000, sahamnya meningkat empat kali lipat, dan seluruh jaringannya menghasilkan miliaran dolar per tahun lebih dari 300 gerainya. Menurut CEO Krispy Kreme, Scott Livengood, "Produk kami tidak menyolok dan perusahaannya juga tidak baru. Kami berdiri sejak tahun 1937 dan citra mereknya sebenarnya cenderung kuno." Lalu, apa yang bisa kita pelajari hingga mereka bisa mengubah donat menjadi bisnis miliaran dolar?
Menurut Stan Parker, wakil dirut senior Krispy Kreme, rahasianya adalah perusahaannya menomorsatukan kesegaran sebagai ciri khasnya. Donatnya selalu dalam keadaan hangat ketika disajikan pada konsumen. Namun, sebenarnya bukan hanya itu. Satu hal lain yang menonjol dari Krispy Kreme adalah kegiatan amalnya pada masyarakat. Salah satu contohnya, perusahaan menjual donat dengan setengah harga kepada golongan masyarakat tertentu, dan dari situ mereka bisa menjual kembali dengan harga penuh. Perusahaan juga sering memberikan donat gratis kepada stasiun TV, surat kabar dan stasiun radio sebelum memasuki pasar. Hingga kini, di Amerika nama Krispy Kreme begitu lekat di benak masyarakat.
Ketulusan Krispy Kreme dalam beramal pada akhirnya membuat mereka menuai hasil manis. Citra sebagai donat yang selalu tersaji hangat ditambah dengan kesan yang melekat di hati masyarakat dengan gerakan amalnya. Bukankah ini prinsip yang juga diterapkan anak kecil pemilik lima roti dan dua ikan dalam bacaan hari ini? Ia bisa saja menyimpan makanan itu untuk dirinya sendiri, mengingat dia juga sedang lapar. Tapi, dia tetap ingin berbagi dan menyerahkannya pada Yesus. Lima roti dan dua ikan itu pun menjadi berkat bagi ribuan orang. Prinsip berani memberkati atau beramal ini harusnya juga kita jadikan sebagai nilai yang kita anut dalam berbisnis. Betapa mulianya kalau kita punya hati untuk mengembangkan usaha yang bukan hanya mencari keuntungan, tetapi juga menjadi berkat bagi orang lain. Siapa tahu, jejak sukses Krispy Kreme juga akan menjadi jejak kita

sumber :

Selasa, 09 Oktober 2012

Perkembangan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

World Business Council for Sustainable Development memberikan definisi Tanggung Jawab Sosial  atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai:
business’ commitment to contribute to sustainable economic development, working with employees, their families, the local community, and society at large to improve their quality of life.” 

Yaitu komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai, keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.

Lebih lanjut lagi World Business Council menambahkan:
Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”
 

Yaitu komitmen dunia usaha yang terus-menerus untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas.
Di negara lain seperti Amerika Serikat, CSR telah berkembang menjadi etika bisnis yang begitu penting dan memberikan tekanan bagi perusahaan-perusahaan untuk mengimplementasikannya. Pentingnya CSR juga dapat kita lihat dari beberapa pernyataan eksekutif perusahaan besar yang ada di sana. Seperti contohnya CEO Kellog yang menyatakan bahwa terdapat berbagai kriteria suatu perusahaan yang sukses. Kriteria yang utama adalah keuntungan dan naiknya nilai saham. Namun ada kriteria lain yang sangat penting untuk kita pegang, yaitu tanggung jawab sosial.

Phil Knight, CEO Nike juga turut menyatakan bahwa keberhasilan Nike dan setiap perusahaan global pada abad 21 ini diukur melalui dampak yang kami hasilkan  kualitas kehidupan masyarakat, selain melalui kenaikan harga saham maupun margin keuntungan.

Pada tahun 2002 berdasarkan hasil survei KPMG, suatu firma profesional di Amerika Serikat yang bergerak di bidang jasa, terhadap 250 perusahaan besar, telah terjadi peningkatan yang signifikan atas jumlah perusahaan yang melaporkan bentuk tanggung jawab sosial mereka (CSR), yaitu dari 35 % pada tahun 1999 menjadi 45 % pada tahun 2002. 

Adapun bentuk CSR yang menjadi trend di Amerika Serikat, antara lain seperti kontribusi uang tunai, grants, paid advertising, promotional sponsorship, technical expertise, in-kind contributions, employee volunteers.

Implementasi CSR diawali dengan diajukannya Corporate Social Initiatives (inisiatif sosial perusahaan).  Inisiatif sosial perusahaan dapat didefinisikan sebagai major activities undertaken by a corporation to support social causes and to fulfill commitments to corporate social responsibility, yaitu berbagai kegiatan atau aktivitas utama perusahaan yang dilakukan untuk mendukung aksi sosial guna memenuhi komitmen dalam tanggung jawab sosial perusahaan.
 
Inisiatif  sosial dapat langsung berasal dan dilakukan oleh perusahaan terkait, ataupun dapat merupakan inisiatif atau proposal yang berasal dari  pihak lain seperti lembaga non-profit, dan inisiatif sosial kemudian diwujudkan dalam bentuk kerjasama di antara kedua belah pihak.
Di Ameriksa Serikat, terlihat kecenderungan perusahaan-perusahaan yang melihat CSR tidak lagi menjadi kewajiban yang dapat membebani perusahaan, tetapi justu dapat dijadikan sebagai alat atau strategi baru dalam hal pemasaran atau marketing perusahaan. Dalam suatu artikel di Harvard Business Review tahun 1994, Craig Smith mengetengahkan “The New Corporate Philanthropy,” yang menjelaskan  sebagai suatu perpindahan kepada bermunculannya komitmen-komitmen jangka panjang perusahaan-perusahaan untuk memperhatikan atau turut serta dalam suatu inisiatif atau permasalahan sosial tertentu, seperti memberikan lebih banyak kontribusi dana, dan hal ini dilakukan dengan cara yang juga akan dapat mencapat tujuan-tujuan atau sasaran bisnis perusahaan.

Dalam artikelnya, Smith juga memberikan beberapa ulasan singkat dalam sejarah yang menjadi tolak ukur perubahan atau evolusi atas pandangan perusahaan-perusahaan terhadap CSR di Amerika Serikat. Sekitar tahun 1950-an, Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang menarik segala restriksi hukum dan menyatakan tidak berlaku segala aturan tidak tertulis yang menghalangi keterlibatan perusahaan dalam isu-isu sosial. 

 Sehingga, pada tahun 1960-an, dengan telah ditariknya halangan-halangan  tersebut diatas, perusahaan-perusahaan mulai merasakan adanya tekanan atas diri mereka untuk menunjukkan tanggung jawab sosial mereka, dan banyak perusahaan yang mulai mendirikan in-house foundations atau unit khusus untuk menangani hal ini. 

 Pada tahun 1970-an dan 1980-an, banyak perusahaan yang cenderung menyokong isu-isu sosial yang paling tidak terkait dengan bisnis perusahaan mereka, menyokong beraneka ragam isu sosial (tidak terpaku hanya satu), dan bentuk tanggung jawab sosial disalurkan melalui suatu yayasan atau unit lain yang terpisah dari perusahaan.  Hal ini dapat dilihat dalam kasus Exxon Valdez Oil Spill (tumpahan minyak Exxon) pada tahun 1989.
 
Pada tahun 1990-an,  cara pandang pun berubah dimana CSR suatu perusahaan tidak hanya diarahkan untuk turut mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan, tapi perseroan tersebut juga harus menyokong kegiatan-kegiatan dengan memanfaatkan keahlian dalam bidang pemasaran (marketing expertise),  bantuan teknis perseroan (technical assistance), dan sukarelawan dari kalangan pegawai.

David Hess, Nikolai Rogovsky, dan Thomas W.Dunfee menyatakan bahwa salah satu faktor yang turut mengubang cara pandang terhadap CSR adalah “moral marketplace factor,” yang menambah pentingnya penerimaan atau cara pandang terhadap moralitas suatu perusahaan (corporate morality) yang akan turut mempengaruhi konsumen, investor dan para pegawai dalam memilih  ataupun berinvestasi.

Dari pemaparan diatas, secara garis besar, ada 2 bentuk pendekatan terhadap CSR, yaitu pendekatan tradisional (traditional approach) dan pendekatan baru (new approach).  Dalam pendekatan tradisional, CSR oleh perusahaan-perusahaan hanya dipandang oleh sebagai kewajiban semata (fulfilling an obligation), sedangkan dalam pendekatan baru, CSR tidak hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dipenuhi, tetapi juga dapat turut membantu mencapai sasaran-sasaran bisnis perusahaan.

Di Amerika Serikat juga beredar wacana bahwa apabila suatu perusahaan berpartisipasi  dalam isu-isu sosial, tidak hanya perusahaan tersebut akan kelihatan baik di mata para konsumen, investor, dan analis keuangan, tapi perusahaan tersebut akan memiliki reputasi yang baik di mata Congress, atau bahkan di dalam ruang pengadilan apabila terlibat dalam suatu perkara.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain :
  1. Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market share)
  2. Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened brand positioning)
  3. Meningkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout)
  4. Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai (Increased ability to attract, motivate, and retain employees)
  5. Menurunkan biaya operasi (Decreasing operating cost)
  6. Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan (Increased appeal to investors and financial analysts)
Lebih lanjut, pentingnya CSR terlihat dari hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Business for Social Responsibility pada tahun 1999 terhadap 25.000 responden di 23 negara, yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1.   90 % reponden menghendaki setiap perusahaan untuk memikirkan masalah CSR selain  keuntungan.
2.   60 % responden mengatakan bahwa bentuk perusahaan yang bagus itu didasari kepada persepsi pada CSR.
3.   40 % responden mengatakan bahwa mereka memiliki pandangan negative atau akan berkata negative terhadap sutau perusahaan yang tidak melakukan CSR.
4.   17 % responden mengatakan akan menghindar untuk berhubungan dengan perusahaan yang tidak memiliki tanggung jawab sosial.

            Hasil uraian dan beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa CSR memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya. Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat turut serta meraih keuntungan bisnis. Di Indonesia sendiri, hal ini juga pasti akan sanget menguntungkan. Banyak perusahaan-perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan CSR dan turut memanfaatkannya untuk mendatangkan keuntungan perusahaan, dan tidak lagi memandangnya sebagai suatu kewajiban belaka.  Perusahaan-perusahaan yang lain yang belum dapat turut menggunakan pendekatan ini. Perusahaan-perusahan yang ingin menerapkan CSR dapat memilih berbagai macam bentuk inisiatif sosial.
Kotler dan Lee menyebutkan bahwa setidaknya ada 6 opsi untuk “berbuat kebaikan” (Six options for Doing Good) sebagai inisiatif sosial perusahaan yang dapat ditempuh dalam rangka implementasi CSR, yaitu :
  1. Cause Promotions
Suatu perusahaan dapat memberikan dana atau berbagai macam kontribusi lainnya, ataupun sumber daya perusahaan lainnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas suatu isu sosial tertentu, ataupun dengan cara mendukung pengumpulan dana, partisipasi dan rekruitmen sukarelawan untuk aksi sosial tertentu.
Contohnya perusahaan kosmetika terkemuka di Inggirs, The Body Shop, mempromosikan larangan untuk melakukan uji produk terhadap hewan.  The Body Shop sendiri. mengklaim bahwa produk-produk yang dijualnya tidak diuji coba terhadap hewan.  Hal ini dapat dilihat pada kemasan produk-produk The Body Shop yang mencantumkan kata-kata against animal testing.

        2.  Cause-Related Marketing
Suatu perusahaan dalam hal ini berkomitmen untuk berkontribusi atau menyumbang sekian persen dari pendapatannya dari penjualan suatu produk tertentu miliknya untuk isu sosial tertentu.
Contohnya seperti Unilever yang memberikan sekian persen dari penjualan sabun produksinya, Lifebuoy, untuk meningkatkan kesadaran hidup bersih dalam masyarakat, dengan cara membangun fasilitas kamar kecil dan wastafel di sekolah-sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil. Kemudian Danone,  yang  juga  merupakan produsen air mineral AQUA memberikan sekian persen hasil penjualannya untuk membangun jaringan air bersih di daerah sulit air di Indonesia.

        3.   Corporate Social Marketing
Suatu perusahaan dapat mendukung perkembangan atau pengimplementasian kampanye untuk merubah cara pandang maupaun tindakan, guna meningkatkan kesehatan publik, keamanan, lingkungan, maupun kesejahteraan masyarakat. Contohnya seperti Unilever yang memrpoduksi pasta gigi Pepsodent mendukung kampanye gigi sehat. Kemudian Phillip Morris di Amerika Serikat mendorong para orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak mereka mengenai konsumsi tembakau.

         4.   Corporate Philanthropy
Dalam hal ini, suatu perusahaan secara langsung dapat  memberikan sumbangan, biasanya dalam bentuk uang tunai.  Pendekatan ini merupakan bentuk implementasi tanggung jawab sosial yang paling tradisional.  Contohnya suatu perusahaan dapat langsung memberikan bantuan uang tunai ke panti-panti sosial, ataupun apabila tidak uang tunai, dapat berupa makanan ataupun alat-alat yang diperlukan.

        5.    Community Volunteering
Dalam hal ini, perusahaan dapat mendukung dan mendorong pegawainya, mitra bisnis maupun para mitra waralabanya untuk menjadi sukarelawan di organisasi-organisasi kemasyarakatan lokal. Contohnya suatu perusahaan dapat mendorong atau bahkan mewajibkan para pegawainya untuk terlibat dalam bakti sosial atau gotong-royong di daerah dimana perusahaan itu berkantor.  Contoh lainnya seperti perusahaan-perusahaan yang memproduksi komputer ataupun piranti lunak mengirim orang-orangnya ke sekolah-sekolah untuk melakukan pelatihan-pelatihan langsung menyangkut keterampiran komputer.

        6.  Socially Responsible Business Practices
Misalnya perusahaan dapat mengadopsi dan melakukan praktek-praktek bisnis dan investasi yang dapat mendukung isu-isu sosial guna meningkatkan kelayakan masyarakat (community well-being) dan juga melindungi lingkungan. Seperti contohnya Starbucks bekerjasama dengan Conservation International di Amerika Serikat untuk mendukung petani-petani guna meminimalisir dampak atas lingkungan mereka.


sumber : http://bismar.wordpress.com/2009/12/23/tanggungjawab-sosial-perusahaan/